The Extraordinary Plan
"Aku ingin menjadi guru." kataku saat berumur 6 tahun.
"Aku sekarang mau menjadi artis aja." kataku di umur 8 tahun.
" Semarang aku yakin, Ma. Aku mau jadi dokter." kataku di kelas 5 SD.
Wake berlalu dan mimpi itupun hilang. Aku melewati masa SMP tanpa arah tanpa cita-cita, kalau ditanya orang aku akan menjawab: "Ingin menjadi wiraswasta saja."
Hingga tak terasa sudah waktunya memikirkan masa depan. Terdapat sehelai kertas yang dibagikan, tertulis:
Program studi yang akan diambil,
Pilihan 1:
Pilihan 2:
Pilihan 3:
Universitas tujuan,
Pilihan 1:
Pilihan 2:
Pilihan 3:
Disaat seperti itulah aku kembali bingung. Pulang kerumah kuputar otak dan searching... Sebenarnya aku mau jadi apa? Selams ini aku belajar untuk jadi apa?
Setelah searching berhari-hari, akupun belum menemukan universitas dan pilihan jurusanku. Berkali-kali aku berkonsultasi dengan guru BK dan berkali-kali aku berdisukusi dengan ayah dan ibuku. Pilihan pertama aku bertekad menjadi arsitek. Tapi banian sekali rintangan dan ketidakpastian. Orang tuaku ingin aku berada di bidang meteka dan sekolah teknologi pangan. Awalnya aku menolak karena aku tidak tertarik bidang makanan sehat. Maka ayah dan ibu pun tidak memaksakan kehendak mereka. Lalu suatu sore, ayah menasehatiku dan menjelaskan bahwa dengan bersekolah food technology bukan berarti aku diharapkan meneruskan bisnis keluarga, tapi hanya untuk semata-mata mengerti. Untuk masa depanku tergantung diriku sendiri, bukan berdasarkan jurusan yang kupilih. Dengan perbincangan singkat inipun, aku menyetujui sekolah teknologi pangan. Saat itu aku sudah berniat untuk mendaftar ke luar negri.
Walaupun sudah mendapatkan pilihan, hatiku belum tenang, seakan-akan aku belum puas dengan jurusanku ini. Aku pun berkonsultasi kembali dan bertanya-tanya. Ditengah jalan aku sempat bimbang akan univerisitas yang sudah kupilih tapi aku sudah tidak punya pilihan karena adku sudah mengikuti les bimbingan belajar. Aku pun sempat ingin mengambil akuntansi, fisika dan lainnya. Semua jurusan yang smetat kuinginkan sannat variatif dan membuatku kembali bingung. Tepat saat pendaftaran jurusan universitas. Aku kembali dinasehati dan memantapkan hati, kupikir bahwa jurusan yang paling aman adalah dengan selaras bidang orang tua. Di mana sejak sudah tidak asing bagiku.
Walaupun dengan jurusan demikian, rencanaku di luar bayangan. Aku sebenarnya ingin berbuat sosial, aku ingin akut segala macam organisasi sosial dan menyumbang. Oleg kebab itu aku harus sukses terlebih dahulu. Sebuah keinginan juga adalah aku ingin menjadi seorang motivator. Searing teman dekatku pernah berkata bahwa aku pintar mengajar, maka aku pun ingin mengajar kelåk. Berhubung aku mudah bosan dan tidak selalu sabar, aku tidak mungkin menjadi seorang guru di sekolah yang mengajarkan materi yang sama setiap tahun dan harus bersabar terhadap murid-murid. Makanya aku memikirkan pekerjaan mulia alternatif yaitu dengan menjadi motivator. Tapi untuk inipun aku harus sukses terlebih dahulu.
Setelah searching berhari-hari, akupun belum menemukan universitas dan pilihan jurusanku. Berkali-kali aku berkonsultasi dengan guru BK dan berkali-kali aku berdisukusi dengan ayah dan ibuku. Pilihan pertama aku bertekad menjadi arsitek. Tapi banian sekali rintangan dan ketidakpastian. Orang tuaku ingin aku berada di bidang meteka dan sekolah teknologi pangan. Awalnya aku menolak karena aku tidak tertarik bidang makanan sehat. Maka ayah dan ibu pun tidak memaksakan kehendak mereka. Lalu suatu sore, ayah menasehatiku dan menjelaskan bahwa dengan bersekolah food technology bukan berarti aku diharapkan meneruskan bisnis keluarga, tapi hanya untuk semata-mata mengerti. Untuk masa depanku tergantung diriku sendiri, bukan berdasarkan jurusan yang kupilih. Dengan perbincangan singkat inipun, aku menyetujui sekolah teknologi pangan. Saat itu aku sudah berniat untuk mendaftar ke luar negri.
Walaupun sudah mendapatkan pilihan, hatiku belum tenang, seakan-akan aku belum puas dengan jurusanku ini. Aku pun berkonsultasi kembali dan bertanya-tanya. Ditengah jalan aku sempat bimbang akan univerisitas yang sudah kupilih tapi aku sudah tidak punya pilihan karena adku sudah mengikuti les bimbingan belajar. Aku pun sempat ingin mengambil akuntansi, fisika dan lainnya. Semua jurusan yang smetat kuinginkan sannat variatif dan membuatku kembali bingung. Tepat saat pendaftaran jurusan universitas. Aku kembali dinasehati dan memantapkan hati, kupikir bahwa jurusan yang paling aman adalah dengan selaras bidang orang tua. Di mana sejak sudah tidak asing bagiku.
Walaupun dengan jurusan demikian, rencanaku di luar bayangan. Aku sebenarnya ingin berbuat sosial, aku ingin akut segala macam organisasi sosial dan menyumbang. Oleg kebab itu aku harus sukses terlebih dahulu. Sebuah keinginan juga adalah aku ingin menjadi seorang motivator. Searing teman dekatku pernah berkata bahwa aku pintar mengajar, maka aku pun ingin mengajar kelåk. Berhubung aku mudah bosan dan tidak selalu sabar, aku tidak mungkin menjadi seorang guru di sekolah yang mengajarkan materi yang sama setiap tahun dan harus bersabar terhadap murid-murid. Makanya aku memikirkan pekerjaan mulia alternatif yaitu dengan menjadi motivator. Tapi untuk inipun aku harus sukses terlebih dahulu.
Komentar
Posting Komentar